Jakarta, Beritasatu.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) prihatin dengan berbagai kasus di beberapa sekolah negeri yang terkait dengan intoleransi dan kecenderungan tidak menghargai keberagaman. Ini sangat berpotensi kuat melanggar hak-hak anak. Seharusnya sekolah negeri sebagai sekolah pemerintah dengan siswa majemuk harus menerima perbedaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia (HAM).
Demikian diungkapkan Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, terkait kasus siswi nonmuslim yang dipaksa menggunakan jilbab di SMK Negeri 2 Padang, Sumatera Barat (Sumbar).
Retno mengatakan, berdasarkan kasus tersebut, pihak sekolah diduga kuat melanggar UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Ketentuan dalam ketiga peraturan perundangan tersebut dapat dipergunakan karena pihak sekolah telah membuat aturan yang bersifat diskriminatif terhadap suku, agama, ras, dan/atau antar golongan (SARA). Ini mengakibatkan adanya peserta didik yang berpotensi mengalami intimidasi karena dipaksa menggunakan jilbab, padahal ia tidak beragama Islam
“KPAI mendorong Dinas Pendidikan Provinsi Sumbar untuk memeriksa Kepala SMKN 2 Kota Padang dan jajarannya dengan Permendikbud 82/2015 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan dan mengacu pada peraturan perundangan apa saja yang dilanggar pihak sekolah,” kata Retno dalam keterangannya yang diterima Suara Pembaruan, Minggu (24/1/2021).
Mantan kepala sekolah SMAN 3 Jakarta ini menambahkan, pemberian sanksi walaupun hanya surat peringatan menjadi penting, agar ada efek jera. KPAI juga mendorong dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia untuk mengingatkan kepada stakeholder pendidikan di wilayahnya, terutama kepala sekolah dan guru, untuk menjadikan kasus SMKN 2 Padang ini sebagai pembelajaran bersama sehingga tidak terulang lagi.
Sementara kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), KPAI mendorong untuk meningkatkan sosialisasi Permendikbud 82/2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan secara masif kepada dinas pendidikan di seluruh Indonesia. Dengan begitu, para kepala dinas akan turut melakukan sosialisasi kepada kepala sekolah di berbagai jenjang pendidikan di seluruh wilayahnya.
Selain itu, KPAI juga mendorong adanya edukasi dan pelatihan-pelatihan kepada para guru dan kepala sekolah untuk memiliki perspektif HAM, terutama pemenuhan dan perlindungan terhadap hak-hak peserta didik.
“Karena ketika sekolah memiliki kebijakan memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan nilai-nilai persatuan serta menghargai perbedaan, maka peserta didik akan mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari,” ucapnya.
Retno menuturkan, KPAI mengapresiasi para orang tua peserta didik yang berani bersuara dan mendidik anak-anaknya juga untuk berani bersuara ketika mengalami kekerasan di sekolah, baik kekerasan fisik, kekerasan seksual maupun kekerasan fisik. Sebab, salah satu cara menghentikan kekerasan adalah dengan bersuara.
Sumber: Suara Pembaruan