Jakarta, Beritasatu.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim, memastikan subsidi bantuan kuota internet kepada siswa, guru, mahasiswa, dan dosen akan kembali dilanjutkan mulai Maret hingga Mei 2021.
Menanggapi hal tersebut, koordinator Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim mengatakan, perpanjangan subsidi kuota internet merupakan aspirasi guru-guru P2G sejak beberapa bulan lalu, namun perlu adanya evaluasi. Pasalnya, bantuan subsidi kuota tahap pertama yang berlangsung selama empat bulan kurang optimal.
"Anggaran Rp 7,2 triliun tidak terserap semuanya, ini potret yang buruk dari segi serapan anggaran. Dari total 59 juta yang berhak menerima, hanya mampu mencapai 35,5 juta pengguna,” kata Satriwan, di Jakarta, Minggu (24/1/2021).
Satriwan menuturkan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mesti benar-benar serius mengelola pendataan sekolah termasuk jauh-jauh hari telah koordinasi dengan dinas dan sekolah. Dengan begitu, perpanjangan bantuan kuota harus dengan perbaikan-perbaikan.
Satriwan menjelaskan, bantuan kuota internet tidak bisa lagi dipukul rata seperti empat bulan lalu. Hendaknya, lanjut dia, kategori penerima untuk siswa adalah yang tidak mampu saja, ukurannya misalnya merujuk data laporan dari sekolah.
"Kewenangan sekolah yang menilai, sebab sekolah yang tahu berapa pendapatan orang tua siswanya. Jadi lebih selektif dan tepat sasaran dan tepat guna,” ucapnya.
Selain itu, P2G mengharapkan, skema penggunaan kuota tidak perlu dibatasi sehingga tidak mubazir. Sebab, banyak guru dan siswa mengeluhkan kuota yang mubazir. "Black list biar leluasa dalam pemakaian, nah ini kan tidak. Malah tetap pakai skema white list akhirnya banyak tersisa kuotanya, mubazir. Saya saja masih ada 70 GB,” ujar Satriwan yang juga merupakan seorang guru di SMA Swasta di Jakarta.
Ia juga meminta untuk tahap kedua ini, pembagian format kuota umum dan kuota belajar mestinya tak perlu. Jika sudah menggunakan skema black list dengan sendirinya akan optimal pemakaiannya.
Selanjutnya, Satriwan juga mengatakan, harus ada transparansi antara Kemdikbud dengan penyedia provider, yakni berapa sisa kuota yang tak terpakai, balik ke negara berapa jumlahnya wajib dilaporkan ke publik.
Menurut Satriwan, sistem hangus seharusnya tidak diterapkan perbulan sebagaimana lazim untuk kuota umum bisnis selama ini, melainkan hangusnya sampai program selesai. Artinya selama program berlangsung kuota tak dapat hangus, tapi terakumulasi otomatis dengan sisa kuota sebelumnya. "Ini sekali lagi agar optimalnya penggunaan kuota tersebut,” ucapnya.
Sumber: BeritaSatu.com