Jakarta, Beritasatu.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami adanya aliran uang dari PT Bhumi Prasaja kepada pejabat di Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT). PT Bhumi Prasaja merupakan pemenang lelang dari proyek citra satelit di BIG bekerja sama dengan Lapan Tahun Anggaran 2015.
Dugaan adanya aliran dana ini didalami penyidik dengan memeriksa Rasjid A. Aladdin pada Jumat (22/1/2021). Rasjid diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka Kepala BIG tahun 2014-2016, Priyadi Kardono.
"Rasjid A Aladdin didalami dugaan adanya pemberian sejumlah uang dalam bentuk fee kepada pihak-pihak tertentu di BIG dan Lapan," kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Minggu (24/1/2021).
Selain soal aliran dana, dalam pemeriksaan ini, tim penyidik juga mencecar Rasjid mengenai proses PT Bhumi Prasaja menjadi salah satu rekanan atau penyedia dalam pengadaan CSRT.
"Dikonfirmasi juga mengenai proses perencanaan, pelaksanaan pengadaan, dan penerimaan pembayaran pekerjaan oleh Lapan," kata Ali.
Pada Kamis (21/1/2021), tim penyidik juga telah memeriksa dua saksi, yakni Kepala Bidang Pelayanan Teknis dan Promosi Pusfatekgan Lapan tahun 2015, Henny Sulistyawati dan Kepala Bidang Pustekdata Lapan, Ayom Widipaminto. Saat memeriksa Henny, tim penyidik KPK menyita barang bukti yang terkait dengan perkara.
"Sementara Ayom Widipaminto digali pengetahuannya terkait dugaan menerima sejumlah uang dan fasilitas khusus dari beberapa pihak rekanan dalam pengadaan CSRT tahun 2015," kata Ali.
Diketahui, KPK menetapkan Kepala BIG tahun 2014-2016 Priyadi Kardono dan mantan Kepala Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara Lapan periode 2013-2015, Muchamad Muchlis sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) pada BIG bekerja sama dengan Lapan Tahun Anggaran 2015.
Kasus ini bermula pada 2015, saat BIG bekerja sama dengan Lapan dalam pengadaan CSRT. Sejak awal proses perencanaan dan penganggaran pengadaan tersebut, Priyadi dan Muchlis diduga telah bersepakat untuk merekayasa proyek yang bertentangan dengan aturan pengadaan barang dan jasa yang di tentukan oleh pemerintah. Keduanya telah menggelar pertemuan beberapa kali dengan pihak tertentu dan perusahaan calon rekanan yang telah ditentukan menerima proyek, yakni PT Ametis Indogeo Prakarsa dan PT Bhumi Prasaja, sebelum untuk membahas persiapan pengadaan CSRT. Atas perintah kedua tersangka, penyusunan berbagai dokumen Kerangka Acuan Kerja (KAK) sebagai dasar pelaksanaan CSRT langsung melibatkan PT Ametis Indogeo Prakarsa dan PT Bhumi Prasaja agar "mengunci" spesifikasi dari peralatan CSRT tersebut.
Untuk proses pembayaran kepada pihak rekanan, para tersangka juga diduga memerintahkan para stafnya untuk melakukan pembayaran setiap termin tanpa dilengkapi dokumen administrasi serah terima dan proses Quality Control (QC). Perbuatan kedua tersangka tersebut membuat keuangan negara menderita kerugian hingga Rp 179,1 miliar.
Sumber: BeritaSatu.com