Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah digugat perdata oleh rekanan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Sri Supriyati ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel).
Gugatan itu terjadi karena tahun 2016 pihak Direktorat Pembinaan Pengawasan (Binawas) Kemnaker, melalui seorang pejabat pembuat komitmen (PPK), Eko Daryanto waktu itu meminjam uang sebesar Rp 1,5 miliar kepada Sri Supriyati namun tidak kunjung dikembalikan.
Dalam perkara perdata nomor : 959/Pdt.G/2020/PN JKT.SEL sebagaimana ditulis dalam website PN Jaksel, Ida Fauziyah merupakan ikut tergugat pertama. Sedangkan ikut tergugat kedua adalah Sekjen Kemnaker, Anwar Sanusi dan ikut tergugat ketiga Plt Irjen Kemnaker, Irianto Simbolon. Tergugat dalam kasus itu adalah Eko Daryanto, yang sekarang sebagai Kepala Balai Pengembangan Produktivitas, Kemnaker, Bandung, Jawa Barat.
Sri Supriyati menggugat para tergugat ke PN Jaksel melalui kuasa hukumnya Joko Sutrisno Dawoed, SH.
Dalam website PN Jaksel dinyatakan, penggugat mengalami kerugian sebesar Rp 1,5 miliar, sebagaimana Perjanjian Peminjaman Uang tanggal 28 Desember 2016.
Joko Sutrisno Dawoed kepada Beritasatu.com, mengatakan, kewajiban tergugat, turut tergugat I, turut tergugat II, turut Tergugat III untuk membayar kepada penggugat dengan perhitungan bunga bank sebesar Rp 1,5 miliar X 15 % X 3 tahun. “Harus bayar dengan bunganya,” kata dia.
Dikatakan, akibat perbuatan para tergugat, penggugat juga mengalami kerugian immateril. “Atas kerugian-kerugian berupa waktu, tenaga, pikiran, perasaan tidak nyaman (infliction of mental distress) termasuk perasaan dipermainkan oleh para tergugat lebih dari tiga tahun lamanya. Mengingat kerugian tersebut sangat sulit untuk mengukurnya dalam bentuk uang, namun cukuplah kiranya apabila ditentukan setara dengan jumlah Rp 300.000.000,” kata penggugat sebagaimana tertulis dalam website PN Jaksel.
Selain itu, penggugat meminta hakim agar memutuskan meletakkan Sita Jaminan (Conservatoire Beslaag) terhadap rumah/tanah milik tergugat yang terletak dan dikenal dengan nama Jalan Rasamala 7 Buntu No.6 Rt.008 Rw.013 Kelurahan Menteng Dalam Kecamatan Tebet, Jaksel.
Selain itu, penggugat meminta agar para tergugat menghukum tergugat, turut tergugat I, turut tergugat II dan turut Tergugat III, secara tanggung renteng membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 2.000.000 setiap hari apabila lalai melaksanakan putusan ini yang harus dibayar sekaligus dan tunai serta seketika melalui penitipan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jaksel.
Selain itu, penggugat meminta agar menghukum tergugat , turut tergugat I, turut tergugat II dan turut tergugat III secara tanggung renteng untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara a quo.
Informasi didapat Beritasatu.com, uang sebesar Rp 1,5 miliar dipinjam Eko waktu itu untuk biaya mendapatkan posisi sebagai eselon II di Kemnaker. Selain itu, informasi yang dikumpulkan, Sri Supriyati juga pernah pinjamkan uang Rp 1,2 miliar kepada Direktur Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PTKLN) Soes Hindarno sekitar tahun 2012.
Saat ini Soes Hindarno menjabat sebagai Kepala Biro Humas Kemnaker. “Awal-awal Pak Soes menjabat sebagai Kepala Biro Humas Kemnaker, seorang perempuan berjihab sering ke mari. Mungkin minta uangnya dilunasin,” kata seorang staf Biro Humas, kepada Beritasatu.com, Rabu (20/1/2021). Informasi yang dikumpulkan, Soes melunasi utangnya secara cicil.
Eko ketika dikonfirmasi mengenai hal ini tidak menjawab. Eko juga tidak bersedia menjelaskan mengenai uang Rp 1,5 miliar yang dipinjamnya dari penggugat.
Soes Hindarno ketika akan ditemui Beritasatu.com Rabu (20/1/2021) enggan untuk bertemu. Ketika dikonfirmasi via nomor WhatsApp-nya Kamis (21/1/2021) juga tidak membalas.
Joko Sutrisno Dawoed mengatakan, Eko Daryanto berjanji akan segera membayar uang Rp 1,5 miliar plus denda dan bunga yang diminta kliennya. “Kita lihat hari-hari ke depan,” kata dia.
Sumber: BeritaSatu.com