Jakarta, Beritasatu.com - Pengadilan Tipikor Jakarta memutuskan menunda sidang lanjutan perkara dugaan suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) dan penghapusan red notice dengan terdakwa Djoko Tjandra, Kamis (21/1/2021). Soesilo Aribowo, kuasa hukum Joko Tjandra menyebut persidangan ini ditunda lantaran Majelis Hakim berhalangan hadir sehingga tak bisa memimpin jalannya persidangan.
"Iya ditunda, karena majelisnya lagi ada kegiatan yang mendesak," kata Soesilo kepada wartawan, Kamis (21/1/2021).
Dengan ditundanya persidangan itu, kata Soesilo, Pengadilan Tipikor Jakarta menjadwalkan ulang persidangan tersebut. Rencananya, sidang akan digelar pada Kamis (28/1/2021) pekan depan.
"Ditunda sampai pekan depan," kata Soesilo.
Sidang pada hari ini sedianya mengagendakan pemeriksaan ahli yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU). Ahli yang direncanakan dihadirkan jaksa merupakan ahli dari Polri. "Rencana awal sidang pukul 10.00 WIB dengan agenda 2 ahli dari IT Polri," katanya.
Diketahui, Djoko Tjandra didakwa memberikan suap sejumlah USD 500.000 dari yang dijanjikan USD 1 juta kepada Pinangki Sirna Malasari selaku Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung melalui pengusaha Andi Irfan Jaya yang juga mantan politikus Nasdem.
Suap itu diberikan Djoko Tjandra kepada Pinangki untuk mengurus fatwa ke Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung agar pidana penjara yang dijatuhkan kepada Djoko Tjandra berdasarkan Putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi sehingga dia bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana.
Selain menyuap Pinangki terkait permintaan fatwa ke MA, Djoko Tjandra juga didakwa menyuap Brigjen Prasetijo Utomo selaku Kabiro Kordinasi dan Pengawasan PPNS Polri dan Irjen Napoleon Bonaparte selaku Kadiv Hubinter Polri untuk menghapus namanya dari daftar red notice Polri atau status daftar pencarian orang (DPO). Melalui perantara Tommy Sumardi, Joko Tjandra memberikan suap sebesar SGD 200.000 dan USD 270.000 kepada Napoleon, serta USD 150.000 untuk Prasetijo.
Sumber: BeritaSatu.com