Jakarta, Beritasatu.com - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengklaim tidak mengenal pengendali PT Aero Citra Kargo (ACK) Deden Deni. Diketahui, Deden yang merupakan salah satu saksi kunci kasus dugaan suap perizinan ekspor benih bening lobster atau benur yang menjerat Edhy ini meninggal dunia pada Kamis (31/12/2020) lalu.
"Innalillahi, enggak kenal saya," kata Edhy usai diperiksa penyidik di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (4/1/2021).
Sebelumnya, Plt Jubir KPK Ali Fikri membenarkan Deden Deni meninggal dunia pada 31 Desember 2020. Deden meninggal karena sakit.
"Informasi yang kami terima yang bersangkutan (Deden Deni) meninggal sekitar tanggal 31 Desember yang lalu," kata Ali saat dikonfirmasi, Senin (4/1/2021).
Deden merupakan salah seorang saksi yang diduga mengetahui banyak hal terkait sengkarut kasus suap ekpor benur. Deden yang disebut sebagai salah seorang Direktur PT Perishable Logistic Indonesia (PLI) itu sempat diamankan dan diperiksa intensif saat KPK menggelar OTT pada 25 November 2020 lalu. Selain itu, Deden juga pernah diperiksa penyidik KPK pada 7 Desember 2020.
Saat itu, penyidik mencecar Deden mengenai proses pengajuan permohonan izin ekspor benur lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan. PT ACK merupakan satu-satunya perusahaan kargo yang direstui Edhy Prabowo untuk memonopoli jasa pengangkutan benur ke luar negeri dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor. Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut,
PT ACK menggunakan PT PLI yang tergabung dalam ATT Group sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri.
Diduga, dari tarif Rp 1.800 per ekor yang ditetapkan untuk pengiriman benur ke luar negeri, terdapat fee untuk Edhy Prabowo yang memiliki saham di PT ACK dengan meminjam nama atau nominee Amri dan Ahmad Bahtiar. Kedua nama itu yang kemudian menampung aliran dana dari PT ACK untuk Edhy yang diduga berasal dari para eksportir benur.
Nama Deden juga merupakan satu dari empat nama yang dicegah KPK untuk bepergian ke luar negeri untuk enam bulan ke depan. Selain Deden, tiga nama lainnya yang dicegah bepergian ke luar negeri, yakni anggota Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra Iis Rosita Dewi yang juga istri dari Edhy Prabowo; Neti Herawati, istri dari pengurus PT ACK Siswadhy yang juga telah menyandang status tersangka; serta Dipo Tjahjo Pranoto yang disebut sebagai pengendali PT PLI.
Ali memastikan, meninggalnya Deden Deni tidak mempengaruhi proses penyidikan kasus suap ini. Dikatakan, masih banyak saksi dan alat bukti lainnya yang dapat dipergunakan penyidik untuk membongkar kasus ini.
"Proses penyidikan perkara tersangka EP (Edhy Prabowo) dan kawan-kawan tidak terganggu. Sejauh ini masih berjalan dan tentu masih banyak saksi dan alat bukti lain yang memerkuat pembuktian rangkaian perbuataan dugaan korupsi para tersangka tersebut," kata Ali.
Hal ini setidaknya ditunjukkan tim penyidik dengan memeriksa dua orang saksi pada Senin (4/1/2021). Kedua saksi, yakni Direktur PT Maradeka Karya Semesta, Untyas Anggraeni dan seorang wiraswasta bernama Bambang Sugiarto diperiksa tim penyidik untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka Chairman PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito yang diduga sebagai salah satu pemberi suap kepada Edhy.
"Keduanya diperiksa untuk tersangka SJT (Suharjito)," kata Ali.
Diketahui, KPK telah menetapkan Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan bersama dua stafsusnya Safri dan Andreau Pribadi Misata; pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) bernama Siswadi; staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan bernama Ainul Faqih; dan Amiril Mukminin ditetapkan sebagai tersangka penerima suap terkait izin ekspor benur. Sementara tersangka pemberi suap adalah Chairman PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito.
Edhy Prabowo dan lima orang lainnya diduga menerima suap dari Suharjito dan sejumlah eksportir terkait izin ekspor benur yang jasa pengangkutannya hanya dapat menggunakan PT Aero Citra Kargo.
Sumber: BeritaSatu.com