Jakarta, Beritasatu.com - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo diduga tak hanya menerima suap terkait perizinan ekspor benih bening lobster atau benur. Politikus Partai Gerindra itu juga diduga menerima suap dari eksportir terkait proses pengiriman benur ke luar negeri.
Aliran uang dari para eksportir baik yang terkait perizinan dan proses pengiriman menjadi materi yang didalami tim penyidik saat memeriksa Edhy sebagai saksi kasus dugaan suap izin ekspor benur, Selasa (29/12/2020).
Edhy yang telah menyandang status tersangka kasus ini diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka staf khususnya, Andreau Pribadi Misata.
“Penyidik mendalami terkait dugaan aliran uang dari berbagai pihak eksportir yang mendapatkan izin ekspor benih lobster maupun pengirimannya,” kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (29/12/2020).
Selain soal aliran suap, tim penyidik juga mencecar Edhy soal mekanisme pengurusan izin ekspor benur.
“Di samping itu, penyidik juga mendalami soal pengetahuan saksi mengenai mekanisme pengurusan untuk perizinan ekspor benur lobster tersebut,” kata Ali.
Dari proses penyidikan sejauh ini, KPK telah menyita uang sebesar Rp 16 miliar terkait kasus dugaan suap ekspor benur yang menjerat Edhy. Uang tersebut saat ini berada di rekening penampung KPK.
Dalam konstruksi perkara yang dibeberkan KPK diketahui, setiap eksportir hanya dapat mengekspor benih lobster melalui forwarder PT Aero Citra Kargo (ACK) dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor.
Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) yang tergabung dalam ATT Group sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri.
Diduga, dari tarif Rp 1.800 per ekor yang ditetapkan untuk pengiriman benur ke luar negeri, terdapat fee untuk Edhy Prabowo yang memiliki saham di PT ACK dengan meminjam nama atau nominee Amri dan Ahmad Bahtiar. Kedua nama itu yang kemudian menampung aliran dana dari PT ACK untuk Edhy yang diduga berasal dari para eksportir benur.
“Antara lain dari akumulasi dari 1800 per ekor,” ungkap Ali Fikri saat dikonfirmasi, Senin (28/12/2020).
Namun, Ali enggan mengungkap berapa jatah Edhy dari pengiriman dengan tarif Rp 1.800 per ekor itu. Pun termasuk besaran tarif PLI dalam pengiriman ekspor benur tersebut.
KPK berulang kali memastikan bakal mendalami dugaan keterlibatan pihak lain dalam sengkarut dugaan suap ekspor benur ini, termasuk mendalami dugaan keterlibatan PT PLI,
Apalagi, dua petinggi PT PLI, yakni Direktur PT PLI, Deden Deni P dan pengendali PT PLI, Dipo Tjahjo P telah dicegah bepergian ke luar negeri sejak 4 Desember 2020. Selain keduanya, KPK juga meminta Ditjen Imigrasi Kemkumham untuk mencegah bepergian ke luar negeri terhadap anggota DPR dari Fraksi Gerindra sekaligus istri dari Edhy Prabowo Iis Rosita Dewi, serta Neti Herawati yang merupakan istri dari pengurus PT ACK, Siswadhy yang juga menyandang status tersangka kasus ini.
Empat orang yang dicegah ke luar negeri tersebut sebelumnya sempat turut diamankan dan menjalani pemeriksaan oleh tim Satgas KPK. Namun, keempatnya dilepaskan dengan status sebagai saksi.
Sumber: BeritaSatu.com