Jakarta, Beritasatu.com - Banyak sekali godaan bagi setiap anggota polisi dalam menjalankan profesinya. Karena itu, sejak awal menjalankan profesi, seorang polisi muda tidak boleh berorientasi mengejar materi. Kebutuhan hidup akan terpenuhi pada waktunya jika seorang polisi menjalankan tugasnya dengan baik.
"Jangan mengejar materi. Laksnakan tugas dengan baik dan benar," kata Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen (Pol) Heru Winarko pada peluncuran autobiografinya berjudul Asa Menggapai atas Nama Janji, 35 Tahun Mengabdi di gedung BNN, Jakarta, Selasa (1/12/2020). Peluncuran buku digelar bertepatan dengan ulang tahunnya ke-58. Mantan deputi penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu adalah kepala BNN kelima.
Banyak kegiatan polisi yang bersentuhan langsung dengan pelaku kejahatan yang memiliki uang dan jalur uang. Hanya dengan integritas yang tinggi, seorang polisi bisa mengatasi godaan yang datang silih berganti.
Dalam 35 tahun pengabdiannya, Heru pernah bekerja di hampir semua bidang tugas. Ia pernah menjadi penyelidik dan penyidik di sejumlah provinsi, menjadi kapolsek dan kapolda, bekerja di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim), menjadi deputi penindakan di KPK, dan kini dipercaya sebagai kepala BNN. Semua bidang tugas ini sarat godaan materiel.
Sewaktu bertugas di Polda Riau sebagai wakapoltabes Barelang, Heru mendapat banyak godaan dari pelaku illegal logging, illegal mining, dan illegal fishing. Namun, berkat kepatuhannya pada nilai-nilai moral yang diajarkan orang tua dan agama, demikian Heru, ia bisa mengatasi godaan itu.
Autobiografi dengan tebal 186 halaman ini menceritakan perjalanan hidup Heru, mulai dari kehidupan bersama orang tua dan empat suadara sekandungnya, pendidikan dasar, menengah, perguruan tinggi, dan kariernya di Kepolisian. Dari keluarganya, Heru yang berayah polisi, belajar disiplin, tanggung jawab, musik, dan olahraga.
Heru mengaku nilai-nilai moral dan etos kerja yang ditanamkan kedua orang tuanya sangat mewarnai perjalanan hidupnya. Ayahnya lama bertugas di Polda Metro Jaya sebelum di Badan Intelijen Negara (BIN), sedangkan ibunya adalah pengusaha angkutan darat dan pedagang otomotif.
"Saya akrab dengan Jalan Dewi Sartika, Cawang, Jakarta Timur. Karena di kawasan itu, ibu saya punya show room mobil," jelas Heru.
Meski menjadi anak polisi yang biasanya akrab dengan perkelahian, Heru selalu mengutamakan belajar dan memperbanyak sahabat. Sejumlah teman masa sekolah yang memberikan testimoni mengakui, pria yang gemar musik dan olahraga ini rajin belajar. Tidak heran, selepas SMA, Heru melanjutkan pendidikan di Undip, Semarang, selain Akpol.
Nilai-nilai yang ditanamkan orang tua, kata Heru, terbawa hingga ia bertugas sebagai polisi dan berkeluarga. Hanya saja, dalam berkeluarga ada perbedaan. Ayahnya sangat keras dan lebih banyak berkomunikasi satu arah. Anak laki-laki diberikan senjata. "Kalau ada yang macam-macam, tembak saja," pesan sang almarhum ayah, kenang Heru.
"Dalam hal yang satu ini, kami beda. Dengan anak, saya lebih banyak berdialog," ujar Heru.
Dia mengaku, semua senjatanya sudah diserahkan kepada sejumlah keponakannya yang bekerja sebagai polisi. Pria yang mudah senyum itu dikaruniai putri semata wayang, Masayu Shanaz.
Prestasi Gemilang
Perjalanan tugas Heru sebagai polisi yang acap berhadapan dengan para penjahat dan harus mengambil keputusan dengan cepat dalam hitungan detik dinilai Aditya Gumay, seniman film dan musik, layak diangkat ke layar lebar.
"Banyak peristiwa dalam tugas Heru yang menampilkan konflik. Selain itu, prestasi gemilangnya dalam tugas yang sarat kekerasan kontras dengan pergaulannya dalam kehidupan sehari-hari yang lembut," papar Aditya dalam sesi bedah buku.
Keahlian Heru dalam mengidentifikasikan pelaku pembunuhan menarik untuk menjadi cerita di layar lebar. "Saya selalu memperhatikan kerlingan mata jenazah untuk mendapatkan petunjuk siapa pelaku pembunuhan," tutur Heru dalam bukunya.
Pemimpin tidak cukup hanya bermodalkan legalitas, yakni surat keputusan, melainkan harus didukung kompetensi dan keterampilan yang memadai.
"Anak buah akan mengetes kita saat pertama kali bertugas. Kalau kita menguasai lapangan, respek akan tinggi," papar Heru.
Bagi Komjen Pol (Pur) Ahwil Luthan, kontribusi terbesar Heru pada penanganan narkotika adalah koordinasi dengan kementerian dan berbagai instansi agar penanganan narkotika lebih padu dan efektif. Koordinasi BNN dengan Ditjen Bea Cukai, misalnya, semakin baik.
Di masa Heru menjadi kepala BNN, kata Ahwil, budaya lembaga dibangun. "Baru di tangan Pak Heru, BNN lebih tertata dan memiliki budaya kerja yang baik," aku kepala BNN pertama yang kini menjadi ketua Kelompok Ahli BNN.
Kalangan dekatnya mengakui Heru sebagai pribadi komprehensif. Sebagai polisi, ia sudah menunjukkan profesionalisme. "Saya pernah mau lari pulang ke rumah orang tua saat pertama berkeluarga, karena Heru melarang saya menanyakan soal pekerjaan," ungkap istrinya, Syahria Wijayati.
Dengan putri samata wayangnya, Heru selalu menunjukkan kasih seorang ayah. Tidak ada gaya polisi dalam mendidik anaknya. "Pernah selama enam bulan, Papa membangunkan saya dengan piano agar saya tidak terlambat bekerja," jelas putrinya, Masaru Syahnaz.
Dalam pergaulan sehari-hari, Heru sama sekali tidak menampakkan diri sebagai seorang polisi, apalagi anggota reserse. Tutur katanya lembut dan selalu mudah menyapa serta merespons sapaan. Ia piawai memainkan piano dan menyanyi.
"Dengan menerbitkan buku ini, sama sekali saya tidak bermaksud untuk pamer prestasi. Saya hanya ingin bercerita pengalaman saya kepada para polisi muda agar mereka tidak mengejar materi, melainkan mengutamakan tugas," ungkap Heru.
Sumber: BeritaSatu.com