Jakarta, Beritasatu.com - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menilai tidak masalah jika Kapolri dijabat oleh seseorang dari kalangan non-muslim. PSI menulis kemampuan dan integritas yang bersangkutan jauh lebih relevan dan menjadi pertimbangan utama.
“Syarat menjadi Kapolri tidak mesti dari agama tertentu. Semua anak bangsa secara konstitusional mempunyai hak yang sama. Apa pun agama, suku dan jenis kelaminnya. Hal terpenting adalah kemampuan dan integritas yang bersangkutan,” ujar Wakil Sekjen DPP PSI, Danik Eka Rahmaningtiyas, di Jakarta, Kamis (26/11/2020).
Danik menegaskan konstitusi dan undang-undang tidak membeda-bedakan dan tidak mensyaratkan seorang calon Kapolri harus beragama tertentu. Setiap warga negara Indonesia dengan latar agama apapun, kata dia, bisa menjadi Kapolri.
“Setiap orang berhak menduduki jabatan Kapolri sepanjang memenuhi syarat yang ditentukan UU. Jika mesti dari agama tertentu, justru kita melanggar konstitusi yang melarang diskriminasi,” lanjut Danik yang mantan Ketua Umum Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) tersebut.
Menurut Danik, masyarakat tidak perlu khawatir dengan bias kebijakan dengan latar belakang agama dari Kapolri. Pasalnya, setiap kebijakan dan keputusan Kapolri sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
"Sejauh yang bersangkutan mematuhi pedoman kerja yang telah ditetapkan dan bersikap profesional, tidak perlu ada ketakutan soal bias kebijakan," pungkas dia.
BACA JUGA
Belakangan mulai muncul suara yang tak menghendaki kalangan non-muslim untuk menjadi Kapolri mendatang. Salah satunya disampaikan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi.
Muhyiddin berpendapat sangat aneh bila pemimpin aparat keamanan berlatar belakang non-muslim memimpin penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis akan memasuki masa pensiun pada Januari 2021. Kecuali ada penundaan pensiun, Kapolri baru harus segera dipilih.
Sumber: BeritaSatu.com