Jakarta, Beritasatu.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo sebagai tersangka kasus dugaan suap penetapan izin ekspor benih lobster atau benur. Tak hanya Edhy, dalam kasus ini, KPK juga menetapkan enam orang lainnya sebagai tersangka.
Tersangka lain adalah dua stafsus Edhy Prabowo bernama Safri dan Andreau Pribadi Misanta; pengurus PT Aero Citra Kargo bernama Siswadi; staf istri Menteri bernama Ainul Faqih; dan Amril Mukminin selaku swasta. Pihak lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Suharjito selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP).
Penetapan ini dilakukan KPK melalui gelar perkara setelah memeriksa Edhy dan sejumlah pihak lainnya yang dibekuk dalam operasi tangkap tangan di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang Selatan, Depok, dan Bekasi pada Rabu (25/11/2020) dinihari.
“Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP, dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020,” kata Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango dalam konferensi pers di Gedung Penunjang KPK, Jakarta, Rabu (25/11/2020) malam.
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap dengan total Rp 9,8 miliar dan US$ 100.000 dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Edhy dan lima orang lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau Pasal 12 ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan, Suharjito yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Konstruksi Perkara
Nawawi membeberkan konstruksi perkara kasus ini. Dikatakan, pada 14 Mei 2020, Edhy Prabowo menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP-MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster, dengan menunjuk staf khususnya Andreau Pribadi Misata sebagai Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas dan stafsus lainnya, yakni Safri sebagai Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas.
"Salah satu tugas dari Tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur," kata Nawawi.
Selanjutnya pada Oktober 2020, Suharjito selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama tidak dibacakan datang ke lantai 16 kantor KKP dan bertemu dengan Safri. Dalam pertemuan tersebut, diketahui bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor.
"Atas kegiatan ekspor benih lobster tersebut, PT DPPP diduga melakukan transfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total sebesar Rp 731.573.564," katanya.
Berdasarkan data kepemilikan, pemegang saham PT ACK terdiri atas AMR dan AMD yang diduga merupakan nominee dari pihak EP serta YSA. Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK, yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR dan AMD masing-masing dengan total Rp 9,8 miliar.
Selanjutnya, pada 5 November 2020, sebagian uang tersebut atau Rp 3,4 miliar ditransfer ke rekening Ainul Faqih untuk keperluan Edhy Prabowo dan istrinya Iis Rosita Dewi, Safri, Andreau seperti belanja, perjalanan ke Honolulu, Hawai, membeli jam tangan Rolex, dan lainnya.
"Penggunaan belanja oleh EP dan IRW di Honolulu AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sekitar Rp 750 juta berupa jam tangan rolex, tas Tumi dan LV, serta baju Old Navy," katanya.
Selain itu, pada sekitar Mei 2020, Edhy Prabowo juga diduga menerima sejumlah uang sebesar US$ 100.000 dari Suharjito melalui Safri dan Amril Mukminin. "SAF dan APM pada sekitar Agustus 2020 menerima uang dengan total sebesar Rp 436 juta dari AF," kata Nawawi.
Sumber: BeritaSatu.com