Yogyakarta, Beritasatu.com - Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengaku tidak sepakat dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri, yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan dan Menteri Agama tentang dibukanya kembali pembelajaran tatap muka mulai Januari 2021.
Sultan mengatakan pembukaan sekolah kembali untuk pembelajaran tatap muka menunggu hasil evaluasi risiko penularan Covid-19 dari perkuliahan di perguruan tinggi.
"Kita lihat risikonya bagaimana. Kita lihat dulu beberapa kampus kan sudah masuk tatap muka," kata Sultan, Senin (23/11/2020) malam.
Menurut dia, pada November 2020, beberapa kampus di DIY mulai menyelenggarakan perkuliahan tatap muka dan untuk sekolah di tingkat TK hingga SMA, tidak bisa diberlakukan sama dengan Perguruan Tinggi.
"Kita lihat perkembangannya, kasihan anak-anak itu, biar lihat yang dewasa dulu saja," tegas Sultan.
Sultan mengatakan pembelajaran tatap muka di sekolah di DIY memang dimungkinkan dimulai pada Februari 2021 bersamaan awal semester genap. Tetapi, baru bisa dilaksanakan, setelah hasil evaluasi di Perguruan Tinggi menunjukkan situasi yang kondusif.
"Dimungkinkan untuk bisa belajar di sekolah, bulan Februari tetapi tetap harus berdasar wilayah. Apakah sekolah itu masuk daerah zona merah atau tidak. Kita tidak mau asal membuka, mengingat risikonya masih tinggi,” ujar Sultan.
Ditambahkan Sekretaris Daerah (Sekda) DIY Kadarmanta Baskara Aji, jika pembelajaran tatap muka di kampus berjalan dengan baik dan aman, baru akan diikuti jenjang pendidikan menengah di DIY. Namun Pemda DIY tetap akan mempertimbangkan untung rugi pembelajaran tatap muka dengan lebih dahulu mengevaluasi kesiapan masing-masing sekolah, termasuk perilaku anak didik, hingga perilaku keluarga terhadap protokol kesehatan.
Menurut Kadarmanta, Pemda DIY tidak akan tergesa-gesa merespons keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim yang memperbolehkan pembelajaran tatap muka di sekolah mulai Januari 2021.
"Kita tidak tergesa-gesa untuk memutuskan, karena tetap diserahkan ke Pemda, dan harus mengacu pada penilaian tentang risiko penularan Covid-19," ucap Baskara.
BACA JUGA
Berkaca pada penularan di beberapa Pondok Pesantren, Sekda DIY juga membenarkan bahwa hal itu akan menjadi bahan evaluasi. “Karena itu, DIY ini wilayahnya berdekatan, boleh jadi satu desa hijau, tetapi desa di dekatnya oranye atau merah, dan yang hijau itu bisa saja dalam hitungan hari menjadi merah. Sama halnya dengan sekolah, rumah siswa masuk zona kuning, tetapi sekolahnya tidak, ini sama saja beresiko. Maka, kondisi di Pondok Pesantren itu, menjadi pelajaran, kita tidak usah tergesa-gesa,” ucap Kadarmanta.
Ditambahkan, wacana membagi siswa dalam shif, Sekda DIY juga mengaku tidak mudah, sebab, sekolah pasti harus menambah bangunan, karena tetap tidak akan mampu menyelenggarakan sistem pembelajaran dengan shift.
Sumber: BeritaSatu.com