Jakarta, Beritasatu.com - Pembangunan dan pengembangan Taman Nasional Komodo (TNK) diminta tidak mengorbankan sifat alamiah komodo sebagai satwa liar. Sebab, saat ini sejumlah komodo mengalami habituasi atau pembiasaan yang tidak menjauh ketika ada pengunjung.
Peneliti utama Komodo Survival Program, Rahmat Arifiandi menuturkan, aktivitas wisatawan di TNK perlu diatur.
"Terlalu dekatnya jarak antara wisatawan dan komodo bahkan sampai berfoto terlalu dekat dan memegang membuat komodo tidak nyaman dan terhabituasi," ungkapnya dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi IV DPR bersama sejumlah akademisi, peneliti, dan masyarakat terkait pembangunan TNK di Jakarta, Senin (23/11/2020).
Kondisi itu, lanjutnya, membuat kewaspadaan komodo hilang. Dengan meningkatnya kunjungan, tidak dimungkiri taman nasional butuh pengembangan dengan prinsip kehati-hatian dan meminimalisasi interaksi wisatawan dan satwa.
Komodo Survival Program yang sudah bekerja 17 tahun di TNK ini ingin lebih baik ke depannya baik dari upaya mitigasi dan restorasi.
"Penataan ditujukan bagi komodo dan ekosistem, bukan hanya pengunjungnya. Selain itu perlu pembatasan kunjungan. Ketika pengunjung meningkat pakai kapal, pengaruhnya ke ekosistem laut juga dibanding terestial yang dibatasi lahannya," paparnya.
Masyarakat komodo yang diwakili Yayasan Sunspirit Indonesia meminta penataan TNK dan rencana pembangunan geopark komodo dikaji ulang.
"Kami meminta pembangunan dikaji ulang dengan melibatkan ahli, organisasi lingkungan, masyarakat setempat dan pelaku wisata," ungkapnya.
Menurutnya, pulau-pulau yang dihuni oleh komodo merupakan lahan konservasi bukan investasi walaupun berada di zona pemanfaatan. Keberadaan dan tingginya aktivitas manusia akan menganggu kehidupan satwa liar tersebut. Bahkan ia pun meminta sejak lama izin usaha sejumlah perusahaan dicabut.
Sumber: Suara Pembaruan