Jakarta, Beritasatu.com - Pembangunan dan pengembangan Taman Nasional Komodo (TNK) diminta tidak mengorbankan sifat alamiah komodo sebagai satwa liar. Sebab, saat ini pun sejumlah komodo mengalami habituasi atau pembiasaan yang tidak menjauh ketika ada pengunjung.
Hal itu diperkuat oleh ahli Herpetofauna Institut Pembangunan Bogor (IPB), Mirza Kusrini. Dari sejumlah penelitian mahasiswanya di TNK, ditemukan banyak hal terkait kondisi komodo. Salah satunya adalah dalam penelitian pertengahan 2020, terjadi perubahan perilaku komodo di masa pemberlakuan pembatasan sosial skala besar dibanding pada 2019.
"Komodo di Loh Buaya cenderung bergerak lebih aktif dibandingkan pada 2019. Pada 2019, komodo di Loh Buaya lebih banyak tinggal di situ-situ saja," kata Mirza dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi IV DPR bersama sejumlah akademisi, peneliti, dan masyarakat terkait pembangunan TNK di Jakarta, Senin (23/11/2020).
Ia menjelaskan, minimnya pengunjung pada Juni 2020 tersebut membuat komodo lebih aktif bergerak ke tempat lain ketimbang hanya di sekitaran Loh Buaya. Menurutnya, kembalinya satwa liar ke alam adalah hal yang baik. Jika sering berinteraksi dengan manusia, justru itu akan berbahaya.
"Jadi tidak boleh terlalu dekat dengan manusia. Kami sarankan pembangunan wisatanya yang sudah ada cukup baik karena mengurangi intensitas bertemu langsung dengan komodo," imbuhnya.
Ia pun menganjurkan agar interaksi manusia dan komodo dikurangi. Di samping itu, perlu diwaspadai pula kehadiran kodok buduk karena akan menjadi racun jika komodo memakannya. Kehadiran kodok buduk sebagai spesies alien bukan tidak mungkin terjadi. Seiring masifnya pergerakan kapal, kodok tersebut bisa saja ikut serta.
Selain itu, terdapat perbedaan persepsi oleh masyarakat yang tinggal di TNK dan di luar kawasan tersebut.
Sumber: Suara Pembaruan