Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) M Tito Karnavian meminta para Bakal Pasangan Calon (Bapaslon) Pilkada 2020 yang tidak lolos dalam penetapan pada Rabu (23/9/2020) besok agar tidak melakukan tindakan anarkis. Yang tidak lolos harus gunakan saluran hukum yang ada yaitu berupa melakukan gugatan ke Bawaslu atau Pengadilan.
“Bagi yang tidak lolos mungkin kecewa dan marah. Tidak boleh terjadi pengumpulan massa, aksi anarkis, apalagi merusak kantor KPUD, dan lain-lain,” kata Tito dalam Rapat Koordinasi (Rakor) tentang pelaksanaan Pilkada di Jakarta, Selasa (22/9/2020).
Rakor dihadiri Menko Polhukam Mahfud MD, Pelaksana Tugas Harian (Plh) Ketua KPU Ilham Saputra, Ketua Bawaslu Abhan, para Sekjen Partai Politik serta para instansi terkait.
Tito menjelaskan jika tidak terima dengan hasil penetapan maka silahkan gugat ke Bawaslu. Bawaslu harus menerima dan memprosesnya. Jika tetap ditolak di BAwaslu, bisa dilanjutkan dengan menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Jika tetap ditolak, bisa lanjutkan sampai kasasi ke Mahkamah Agung.
“Jadi ada ruang bagi yang tidak lolos untuk melakukan keberatan-keberatan dengan landasan-landasannya. Ada mekanisme hukum tapi bukan aksi anarkis kekerasan. Kalau itu ya tangkap. Pelanggaran hukum ya dipidana. Jelas itu. Kita tidak bisa mentolerir aksi kekerasan apapun juga,” jelas Tito.
Dia meminta aparat kepolisian untuk mengamankan proses penetapan calon. Aparat TNI dan Satpol PP juga membantu untuk mengamankan proses penetapan agar tidak terjadi aksi kerumunan dan kekerasan karena tidak puas.
Dia juga meminta para Paslon yang lolos agar tidak mengerahkan massa untuk meluapkan kegembiraan. Para Paslon harus taat pada protokol kesehatan agar tidak terjadi penularan Covid 19. “Bagi yang lolos mungkin akan euforia, muter-muter, konvoi, arak-arakan. Tidak boleh sampai terjadi,” ujar mantan Kapolri ini.
Dia menegaskan jika terjadi konvoi dan pengumpulan massa, harus dibubarkan. Polisi bisa memakai berbagai aturan yang sudah ada. “Kalau terjadi pengumpulan masa, arak-arakan, terjadi kemudian konvosi ini harus dibubarkan. Bahkan bisa dipidana dengan UU lain. Bisa Perda, bisa Perkada, bisa aturan KUHP, bisa UU Karantina Kesehatan oleh Polri,” tutup Tito.
Sumber: BeritaSatu.com