Jakarta, Beritasatu.com - Wakil Sekjen Federasi Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim, meminta pemerintah segera melakukan intervensi terhadap persoalan pada pembelajaran jarak jauh (PJJ) pada fase kedu. Pasalnya, FSGI menerima banyak pengaduan dari berbagai daerah dengan permasalahan yang sama.
PJJ tidak dapat diselenggarakan karena tidak ada jaringan internet, tidak memiliki gawai dan laptop, serta guru tidak dapat mengunjungi siswa karena terkendala jarak yang sangat jauh antara rumah guru dan siswa.
“Kami menerima laporan dari guru di berbagai daerah, mulai dari Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat, Konawe Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, hingga Papua yang saat ini kesulitan menjalani PJJ. Maka, FSGI minta harus ada kerja sama lintas kementerian dan lembaga dengan leading sector Kemdikbud untuk melakukan intervensi,” kata Satriwan kepada Suara Pembaruan, Senin (27/7/2020).
Intervensi ini diperlukan agar anak-anak tidak semakin tertinggal. Kemdikbud sebagai sektor pemimpin (leading sector) bersama Kementerian Agama (Kemag) akan mencari solusi bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta pemerintah daerah (pemda).
Satriwan menyebutkan, Kementerian BUMN dapat memberi instruksi kepada perusahaan BUMN untuk melakukan corporate social responsibility (CSR) membantu siswa. Misalnya PT Telkom Indonesia melalui Telkomsel dapat membuat CSR membantu siswa memiliki gawai baik dalam bentuk hibah atau dipinjamkan.
Sementara Kemkominfo dapat segera menambah hotspot jaringan karena banyak anak kehilangan kesempatan belajar selama PJJ. Bahkan berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemko PMK), terdapat 46.000 satuan pendidikan yang tidak dapat mengakses internet.
Sedangkan untuk pemda, Satriwan mendorong mereka untuk segera meningkatkan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di bidang pendidikan. Pasalnya, masih banyak daerah yang belum mengalokasikan 20% APBD-nya untuk pendidikan,
Satriwan mengatakan, apabila pemerintah tidak segera melakukan intervensi, maka ia mendorong masyarakat untuk terlibat dalam gerakan Wakaf Gawai untuk Anak Sekolah agar anak Indonesia tetap apat belajar dalam situasi pandemi.
Kendala gawai ini tidak hanya terjadi di daerah tetapi juga di DKI Jakarta. Siswa kalangan menengah bawah kebanyakan menggunakan dana bantuan operasional sekolah (BOS) dari sekolah untuk membeli kuota atau membayar biaya belajar di warnet.
“Anak belajar di warnet tanpa protokol kesehatan tentu berbahaya,” ujarnya.
Selain masalah PJJ, ada juga laporan tentang masalah penggunaan dana BOS yang belum dipergunakan sesuai dengan arahan Permendikbud 19/2020 tentang Penggunaan Dana BOS pada Pandemi Covid-19. Hal ini berdasarkan laporan dari para guru di Kabupaten Kutai Kertanegara, Kota Bengkulu, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten Bintan.
“Mereka melaporkan pelaksanaan dana BOS belum direalisasikan atau dicairkan karena kepala sekolah khawatir. Ini harus ada intervensi dari kepala dinas pendidikan agar kepala sekolah dapat melakukan relaksasi pelaksanaan dana BOS untuk pembelian kuota siswa dan guru,” ujarnya.
Sumber: BeritaSatu.com