Jakarta, Beritasatu.com - Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi untuk dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa meyakini Imam Nahrawi bersama-sama asisten pribadinya Miftahul Ulum terbukti telah menerima suap terkait pengurusan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kempora tahun anggaran 2018. Jaksa juga meyakini Imam bersama-sama Miftahul Ulum telah menerima gratifikasi dari sejumlah sumber terkait dengan jabatannya.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 10 tahun dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan," kata Jaksa KPK Ronald Worotikan saat membacakan surat tuntutan terhadap Imam Nahrawi, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (12/6/2020).
Tak hanya pidana pokok, Jaksa juga menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan pidana tambahan terhadap Imam Nahrawi. Jaksa menuntut Imam membayar uang pengganti sebesar Rp 19.154.203.882 selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Jika dalam waktu tersebut tidak dibayar maka harta benda, Imam disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.
"Dalam hal terpidana tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, terdakwa dipidana penjara selama 3 tahun," kata jaksa.
Selain itu, Jaksa juga menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta mencabut hak politik Imam selama lima tahun setelah menjalani pidana pokok.
"Menjatuhkan pidana tambahan berupa penjabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," kata jaksa.
Jaksa meyakini Imam terbukti secara sah dan meyakinkan menerima suap sebesar 11.500.000.000 bersama-sama dengan mantan asisten pribadinya, Miftahul Ulum. Suap dari Ending Fuad Hamidy selaku Sekretaris Jenderal KONI dan Johnny E Awuy selaku Bendahara Umum KONI itu diberikan kepada Imam melalui Miftahul Ulum untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kempora tahun anggaran 2018.
Terdapat dua proposal kegiatan KONI yang menjadi sumber suap Imam, yakni, terkait proposal bantuan dana hibah Kempora dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada multi event 18th Asian Games 2018 dan 3rd Asian Para Gemes 2018. Selain itu proposal terkait dukungan KONI pusat dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018.
Jaksa juga meyakini Imam Nahrawi bersama-sama Miftahul Ulum menerima gratifikasi dengantl total Rp 8.648.435.682. Penerimaan gratifikasi itu dilakukan secara bertahap dari sejumlah pihak. Dibeberkan Jaksa, uang senilai Rp 300 juta berasal dari Ending. Uang Rp 4,9 miliar sebagai uang tambahan operasional Imam Nahrawi selaku Menpora periode 2014-2019.
Uang senilai Rp 2 miliar sebagai pembayaran jasa desain konsultan arsitek kantor Budipradono Architecs dari Lina Nurhasanah selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (PRIMA) Kempora Tahun Anggaran 2015 sampai dengan Tahun 2016 yang bersumber dari anggaran Satlak PRIMA. Kemudian, uang senilai Rp 1 miliar dari Edward Taufan Pandjaitan alias Ucok selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Program Satlak PRIMA Kempora Tahun Anggaran 2016-2017 yang bersumber dari uang anggaran Satlak PRIMA. Terakhir, uang sejumlah Rp 400 juta dari Supriyono selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) periode 2017-2018 yang berasal dari pinjaman KONI Pusat.
Atas tindak pidana tersebut, Imam diyakini Jaksa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 huruf a Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Selain itu, Imam juga diyakini terbukt melanggar Pasal 12B ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
"Menuntut supaya Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan amar dengan putusan sebagai berikut menyatakan terdakwa Imam Nahrowi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan kesatu alternatif pertama dan dakwaan kedua," kata Jaksa Ronald.
Dalam menjatuhkan tuntutan terhadap Imam Nahrawi, Jaksa Penuntut mempertimbangkan sejumlah hal. Untuk hal yang memberatkan, Jaksa menilai tindak pidana korupsi yang dilakukan Imam telah menghambat perkembangan dan prestasi atlit Indonesia yang diharapkan dapat mengangkat nama bangsa di bidang Olahraga. Imam juga dinilai Jaksa tidak kooperatif dan tidak mengakui terus terang seluruh perbuatan yang dilakukannya.
"Terdakwa tidak menjadi teladan yang baik sebagai pejabat publik," kata Jaksa.
Sementara untuk hal yang meringankan, Jaksa menilai Imam bersikap sopan selama pemeriksaan di persidangan serta masih memiliki tanggungan keluarga.
Sebelumnya, dalam perkara yang sama, Jaksa Penuntut telah menuntut Miftahul Ulum untuk dijatuhi hukuman 9 tahun pidana penjara dan denda sebesar Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sumber: BeritaSatu.com