Jakarta, Beritasatu.com – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan pihaknya sudah mengetahui pola pergerakan penularan kasus Covid-19 di Jakarta dengan mengacu pada pengalaman penanganan Covid-19 selama kurang lebih sembilan bulan. Salah satu yang pola yang paling menonjol, kata Anies, adalah kasus Covid-19 mengalami lonjakan usai libur panjang.
“Ketika ada masa libur, dan kita bersama-sama melakukan kegiatan liburan bersama, maka penularan meningkat dan kasus aktif bertambah,” ujar Anies saat konferensi pers yang disiarkan channel Youtube Pemprov DKI, Sabtu (9/1/2021).
Anies memaparkan momen-momen libur panjang yang membuat 10 sampai 14 hari sesudahnya terdapat lonjakan kasus Covid-19. Pertama, kata Anies, pada Bulan Agustus 2020 terdapat cuti bersama yang cukup panjang, yakni 15-17 Agustus dan 20-23 Agustus 2020. Dampaknya, dua pekan kemudian terjadi lonjakan kasus aktif yang signifikan.
“Dua minggu setelah libur panjang penambahan itu, kasus harian dan penambahan kasus aktif melonjak dengan cepat. Di bulan September, 2 minggu setelah itu, dalam 11 hari pertama, 30 Agustus sampai 11 September 2020, kasus aktif melonjak sebanyak 49% dari 7.960 kasus menjadi 11.824 kasus. Bahkan tingkat kematiannya loncat 17%,” jelas dia.
BACA JUGA: Ini Perbedaan PSBB Awal, Jilid Satu, dan Jilid Dua di Jakarta
Lonjakan kasus pada September 2020 tersebut, kata Anies, membuat Pemprov DKI Jakarta saat itu mengambil kebijakan rem darurat (emergency brake) dengan melakukan pengetatan PSBB transisi dan kembali ke PSBB dalam periode 14 September hingga 13 Oktober 2020. Anies mengakui bahwa saat itu terdapat pro dan kontra terhadap langkah Pemprov DKI tersebut.
Namun, Anies mengatakan, jika pihaknya tidak melakukan intervensi kebijakan saat itu, maka lonjakan kasus akan semakin tinggi dan kapasitas pelayanan kesehatan tidak bisa mengimbangi lonjakan tersebut.
“Kalau kita tidak melakukan intervensi, maka grafik (kasus Covid-19) akan terus naik ke atas. Tetapi kita melakukan intervensi untuk memastikan jumlah kasus tidak meningkat. Dan apa yang terjadi, kasusnya melandai bahkan kita menyaksikan adanya penurunan yang cukup signifikan,” ungkap Anies.
Kemudian, lanjut Anies, terdapat libur panjang lagi pada 28 Oktober hingga 2 November 2020. Dampak dari libur panjang tersebut, dalam waktu 10 sampai 14 hari sesudahnya terdapat lonjakan kasus yang signifikan.
Pada 7 November 2020, total kasus positif tercatat 111.201 dan melonjak 11,62% menjadi 125.822 per 21 November. Selanjutnya melonjak lagi 13,4% menjadi 142.630 kasus per 5 Desember.
BACA JUGA: Anies: Penanganan Covid-19 Harus Lintas Sektoral dan Terintegral
Lonjakan kasus setelah libur panjang 28 Oktober hingga 2 November 2020 didominasi dari klaster keluarga. Dari total kasus positif sejak 23-29 November, sebanyak 47,1 persen di antaranya disumbang klaster keluarga, yakni 410 klaster keluarga dengan total 4.052 kasus positif.
“Ketika ada libur panjang, dua minggu kemudian ada lonjakan kasus. Kita kembali menyaksikan adanya penambahan kasus yang sama signifikan. Jadi, setelah libur 28 Oktober hingga 2 November, 10 sampai 14 hari kemudian kasusnya melonjak dan klaster penularan tersebut adalah klaster keluarga, ada 40-an persen dari klaster keluarga,” kata dia.
Saat ini, kata Anies, lonjakan kasus juga sudah mulai meningkat secara signifikan sebagai dampak dari libur panjang pada akhir Desember 2020 hingga awal Januari 2021. Karena itu, kata dia, Pemprov DKI Jakarta harus segera mengantisipasi dengan cara melakukan pengetatan kembali PSBB sebagaimana pernah dilakukan pada September-Oktober 2020.
“Oleh sebab itu, sekarang dilakukan antisipasi, pertama, antisipasi lonjakan jumlah pasien, kedua kita harus melakukan pengetatan PSBB seperti bulan September lalu. Jadi kita rasa bersyukur dengan data itu yang kita miliki, kita memiliki informasi lengkap,” pungkas Anies.
Sumber: BeritaSatu.com