Jakarta, Beritasatu.com - Penyidik Dit Tipidum menetapkan tiga tersangka tambahan dalam kebakaran Gedung Utama Kejaksaan Agung. Mereka adalah MD, J, dan IS dengan peran masing-masing.
Menurut Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Ferdy Sambo tersangka IS adalah bekas pejabat pembuat komitmen (PPK) Kejagung. “Saat itu ia diduga memilih konsultan perencana aluminium composite panel (ACP) di gedung Kejagung yang tidak sesuai ketentuan,” kata Sambo di Mabes Polri Jumat (13/11/2020).
IS juga tidak melakukan pengecekan bahan-bahan yang akan digunakan, khususnya ACP. Maka dari itu, konsultan perencana yang ditunjuk dengan inisial J juga ikut menjadi tersangka.
Selain itu tersangka ketiga, MD, perannya sebagai peminjam nama perusahaan cleaning service PT APM dan memerintahkan membeli minyak merek Top Cleaner yang tidak punya izin edar.
Ketiga tersangka itu, sama seperti delapan tersangka sebelumnya, dikenakan Pasal 188 KUHP juncto Pasal 55 huruf 1 ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman di atas lima tahun.
Seperti diberitakan sebelumnya ada delapan tersangka dalam kasus kebakaran gedung utama Kejaksaan Agung namun mereka semua belum ditahan.
Lima tukang yang bekerja memasang parket, wallpaper, dan karpet di aula biro kepegawaian lantai enam adalah T, H, S, K, dan IS.
Mereka dipersalahkan karena merokok dan membuang puntung rokok saat bekerja sehingga puntung rokok itu memicu kebakaran setelah mengenai lem aibon dan tiner yang ada di sana.
Lalu mandor yang lalai karena tidak ada di lokasi berinsial UAN. Dua yang lain adalah R, direktur PT APM (produsen bahan pembersih) dan dari pihak Kejaksaan Agung adalah, NH, yang menandatangani kontrak.
Dua orang terakhir ikut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penjalaran api karena lalai menggunakan merek bahan pembersih tanpa izin edar selama dua tahun.
Adapun pasal 188 berisi, Barang siapa karena kesalahan (kealpaan) menyebabkan kebakaran, ledakan atau banjir, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, jika karena perbuatan itu timbul bahaya umum bagi barang, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi nyawa orang lain, atau jika karena perbuatan itu mengakibatkan orang mati.
Spekulasi muncul dibalik peristiwa ini termasuk dugaan sabotase sebab saat ini Kejaksaan tengah menangani kasus penting termasuk kasus jaksa Pinangki Sirna Malasari yang terseret kasus Djoko Soegianto Tjandra.
Sumber: BeritaSatu.com