Jakarta, Beritasatu.com - Setiap hari DKI Jakarta membutuhkan pasokan kebutuhan dapur terutama sayuran dan beragam bumbu bagi sekitar 10 juta warganya. Jumlahnya mungkin puluhan ton dalam satu hari. Kesibukan memasok bahan baku untuk memasak itu terlihat di Pasar Induk Kramat Jati di Jakarta Timur.
Dari Kramat Jati, rantai pasokan berlanjut ratusan pasar tradisional dan perbelanjaan. Di pasar-pasar itu warga bisa mendapatkan kebutuhan sayuran atau melalui tukang sayur.
Sebagai kota metropolitan, Jakarta tidak memiliki ketersediaan lahan untuk memenuhi sendiri kebutuhan sayuran. Karena itu--mau tidak mau--mengandalkan pasokan dari daerah lain, seperti Jawa Barat, Banten dan Lampung.
Dalam situasi tertentu juga mendatangkan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bahkan, mendatangkan cabai dari Sulawesi Selatan di awal tahun ini.
Stabilitas pasokan kebutuhan dapur tampaknya dinamis seiring dengan keberhasilan penanaman komoditas sayuran yang sangat tergantung cuaca dan iklim. Karena itu, Jakarta pasti punya "jangkar-jangkar" di berbagai daerah agar rantai suplai kebutuhan warganya bisa terjaga.
Selain itu juga mencari terobosan mengembangkan komoditas kebutuhan dengan potensi yang dimiliki tampaknya terus dilakukan. Betapapun tak memiliki lahan luas, bukan berarti tak punya peluang dan prospek mengembangkan pertanian.
Di tengah keterbatasan lahan untuk pertanian, konsep pertanian perkotaan (urban farming) adalah potensi besar berbagai kota termasuk Jakarta. Salah satunya banyak dikembangkan adalah model hidroponik. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta pertengahan tahun lalu melatih para penggiat Karang Taruna dan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) mengenai pertanian perkotaan.
Baca : Sayuran Produksi Warga Jakarta Tembus Pasar Modern
Dalam pelatihan itu, para peserta mengikuti praktik secara langsung agrowisata di Kebun Cagar Buah Condet di Kramat Jati, Jakarta Timur. Sejumlah materi seperti perawatan tanaman hingga pelayanan kepada wisatawan yang berkunjung menjadi yang diajarkan di kebun agrowisata andalan Pemprov DKI Jakarta itu. Tak hanya itu, mereka juga diajarkan bagaimana memaksimalkan lahan pertanian agar menarik sebagai potensi agrowisata. Lahan yang sempit bukan tidak mungkin memiliki potensi wisata pertanian.
Sejumlah pilihan teknik pertanian, seperti hidroponik, aquaponik, tanam buah dalam pot (tabulampot) dan kebun vertikal. Kemudian yang sedang tren, teknik microgreen (memanen aneka tanaman sayur berumur muda). Pemprov DKI Jakarta menargetkan dapat menciptakan 500 kader baru pertanian perkotaan pada 2019. Sepanjang 2016-2018 DKI sudah mencetak 600 kader melalui program penghijauan gang kota.
Selain itu, pemerintah provinsi juga memberikan bantuan berupa unit instalasi hidroponik kepada peserta yang terpilih mengikuti pelatihan pertanian kota tersebut. Sasarannya adalah menghasilkan hasil sayur maupun buah yang lebih sehat karena minim atau bahkan tidak sama sekali, menggunakan pupuk kimia maupun pestisida.
Sumber: ANTARA