Jakarta, Beritasatu.com - Wakil Presdir Siloam International Hospitals, Caroline Riady mengatakan, dengan jumlah penduduk sekitar 274 juta orang tersebar di sekitar 17.000 pula, ini menjadi tantangan besar dalam membangun infrastruktur secara merata, tidak hanya di sektor kesehatan.
Di sektor kesehatan, ketidakmerataan ini sangat terlihat dari jumlah faskes, tempat tidur, dan tenaga kesehatan. Dari sisi tempat tidur RS misalnya, menurut Profil Kesehatan Indonesia, rata-rata jumlah tempat tidur di Indonesia adalah 1.16 dibanding 1000 populasi. Sementara rekomendasi WHO adalah 5 per 1000 penduduk. Jadi minimal jumlah ini harus naik tiga kali lipat.
“Ini kalau penduduknya tidak bertambah. Kalau penduduknya bertambah berarti naik dari tiga kali lipat. Jadi kalau jumlah RS sekarang adalah 2.900, maka idealnya menurut WHO adalah tiga kali lipatnya, jadi banyak sekali,” kata Caroline pada Economic Outlook 2021: Pandemi, Momentum Pembenahan Sektor Kesehatan “ yang diselenggarakan Berita Satu Media Holdings, Kamis (26/11/2020).
Persoalan ketersediaan fasilitas kesehatan ternyata bukan hanya pada jumlah tempat tidur yang masih seperempat kurang dari rekomendasi WHO, tetapi juga distribusinya yang belum merata. Jumlah tempat tidur paling padat di DKI Jakarta adalah 2.24 banding 1000 penduduk. Sedangkan tempat tempat paling jarang adalah NTB 0.68 per 1000.
Masalah lain adalah di Indonesia jumlah RS sudah mencapai 2.900 lebih, dan sekitar 64% adalah swasta. Tetapi kalau dilihat dari kepemilikannya sangat terfragmentasi. Tidak ada satu pengelola besar yang mengoordinasikan semuanya, sehingga kesulitan di dalam berkoordinasi. Dalam kondisi seperti pandemi seperti sekarang, koordinasi penting untuk gerak cepat melakukan penanganan bersama. Masalah lain dari fragmentasi tersebut adalah data dan informasi yang tidak selalu mengalir bebas.
“Askes terhadap informasi dan data ini memang masih jadi tantangan untuk kita semua,” kata Caroline.
Di atas semua ini datanglah Covid-19 dengan kebutuhan tempat tidur yang melonjak tinggi. Ini jadi beban besar bagi sistem kesehatan Indonesia. Sebelum Covid-19 saja sudah mengalami keterbatasan dan terfragmentasi sehingga koordinasi menjadi lebih susah. Ini jadi tantangan besar sekali bagi sistem kesehatan di Indonesia.
Menurut Caroline, kontribusi RS swasta dalam penanganan pandemi Covid-19 juga cukup banyak. Sejumlah tempat tidur perawatan Covid-19 itu terjadi di RS swasta, demikian pula pemeriksaan PCR. Tetapi cakupan testing sampai sekarang dirasa masih kurang. Dengan angka positivity rate atau tingkat keaktivan Covid-19 sebesar 14% di Indonesia, maka dibutuhkan cakupan testing lebih banyak.
Solusinya, menurut Caroline adalah gotong rotong karena ini tanggung jawab semua. Karena satu sistem kesehatan adalah sebuah ekosistem, semua pihak punya peran masing-masing. Mendorong pemerintah mampu menjadi dirigen dalam orkestra seluruh ekosistem kesehatan, yang memandu semua pihak untuk melaksanakan fungsinya masing-masing.
“Kalau satu kurang, sistem ini akan pincang. Kita sudah mengalaminya. Misalnya vendor dan supplier tidak bisa memenuhi kebutuhan alat pelindung diri (APD). Gara gara APD tidak ada, faskes dan dokter semua kesulitan,” kata Caroline.
Sumber: BeritaSatu.com