Jakarta, Beritasatu.com - Pakar keamanan siber Vaksincom Alfons Tanujaya menilai, upaya pengendalian pembelian solar dan pertalite dengan cara mendaftar di aplikasi MyPertamina merupakan langkah yang tidak efisien dan rawan terkena serangan siber.
Seharusnya Pertamina cukup memanfaatkan data yang ada di Dukcapil dan Kepolisian untuk menjalankan kebijakan pengendalian pembelian solar dan pertalite, tanpa harus membuat sistem baru.
"Kalau harus bikin sistem sendiri seperti MyPertamina, ini kan tidak efisien. Mengapa tidak memanfaatkan data yang sudah ada saja di Dukcapil dan Kepolisian, kemudian diolah sesuai kebutuhan," kata Alfons Tanujaya kepada Beritasatu.com, Sabtu (2/7/2022).
Selain tidak efisien, risiko yang bakal ditanggung Pertamina juga sangat besar bila sistem MyPertamina yang dibangunnya itu dibobol oleh penjahat siber. Hal ini berkaca dari pengalaman berbagai instansi yang mengalami kebocoran data pengguna.
"Membangun sistem sendiri itu pemborosan, harus maintenance banyak sumber data yang sebenarnya sudah ada di lembaga lain. Kedua, ada ancaman yang mengintai. Apalagi di MyPertamina ada data-data pribadi yang bisa dibobol. Kalau sampai bocor, paling hanya minta maaf seperti lembaga-lembaga lainnya. Ini kan merugikan masyarakat," kata Alfons.
Tanpa sistem pendaftaran melalui aplikasi MyPertamina, menurut Alfons, sebenarnya Pertamina sudah bisa mengidentifikasi kendaraan yang boleh mengisi BBM bersubsidi, seperti solar dan pertalite.
Misalnya, tiap pelat nomor saat perpanjangang STNK diberi QR Code atau identifikasi lainnya. Lalu, setiap isi BBM bersubsidi tinggal di-scan oleh petugas Pertamina.
"Pertamina sebetulnya tinggal membuat coding dengan parameter seperti yang dibutuhkan. Dari nomor pelat mobilnya, nanti bisa langsung ketahuan apakah kendaraan tersebut berhak atau tidak mengisi BBM subsidi," kata Alfons.
Halaman: 12selengkapnya
Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini
Sumber: BeritaSatu.com