Jakarta, Beritasatu.com - Indonesia Property Watch (IPW) menilai bahwa, sektor properti mampu menahan kontraksi ekonomi lebih dalam lagi akibat pandemi Covid-19. Karena itu sektor properti perlu ada stimulus, karena mampu membangkitkan ekonomi dan menyerap 30 juta tenaga kerja.
“Kita tidak bisa mengandalkan belanja pemerintah saja, tetapi perlu juga ada stimulus untuk menggerakan ekonomi dan salah satunya adalah sektor properti,” kata CEO IPW Ali Tranghanda dalam acara acara webinar "Optimalisasi Bisnis BTN di Masa Pandemi", Kamis (4/3/2021).
Acara ini merupakan kerja sama Majalah Investor, Berita Satu Media Holdings, dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera) RI dan didukung oleh PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.
Kenapa properti? Menurut Ali, sektor properti dan turunannya mampu menyerap lebih dari 30 juta tenaga kerja dibandingkan dengan sektor otomotif sekitar 1,5 juta pekerja dengan turunan ikutannya mencapai 3 juta pekerja. Peredaran sektor otomotif bisa mencapai Rp 2 triliun, sedangkan sektor properti bisa lebih dari Rp 2 triliun. Apalagi properti ada primary dan secondary.
“Kalau kita bicara properti, terutama perumahan kita tidak bisa mengesampingkan pasar secondary, dana bisa totalnya mencapai Rp 200 triliun bahkan lebih. Di mana 60% itu sekunder dan itu nyata,” kata Ali.
Sampai saat ini BTN masih menjadi market leader untuk KPR dan KPA yang mencapai ratusan triliun dan 65% berada di pasar primary yang berada di pengembang.
Menurut Ali, properti itu bisa menjadi lokomotif ekonomi. Karena bila properti jalan maka semua ikut jalan. Tetapi kalau properti tidak jalan dan tidak ada stimulus, maka akan berbahaya dan berdampak kepada 174 industri turunan lainnya.
Menurutnya, sejak 8 tahun lalu sektor properti mengalami perlambatan dan tidak ada kenaikan alias cuti, karena ada berbagai peristiwa politik dan pada saat mau naik, ada pandemi. Namun bukan berarti tidak ada daya beli. Pada kuartal pertama 2020 sektor properti memang jatuh, akibat pengetatan PSBB dan ketika dilonggarkan, ada kenaikan.
Menurut Ali, dari data 2019-2020 ada penurunan tajam sekitar 30%, di mana segmen ke bawah malah semakin tertekan, sedangkan pasar untuk milenial antara Rp 300 juta sampai dengan Rp 1 miliar. sementara itu sekarang ini ada tren harga rumah di atas Rp 2 miliar sekarang trennya alami kenaikan. “Berarti ada indikasi bahwa daya beli rumah itu masih ada,” kata Ali.
Ali mengatakan, hasil survei dari IPW bahwa masyarakat masih banyak berminat ingin memiliki rumah terutama tapak, kemudian tanah kavling dan lainnya adalah apartemen. “Saat ini sebagai penyelamat adalah untuk menengah atas dan untuk kelas menengah bawah agak sedikit tertekan,” ujarnya.
Terkait kebijakan pemerintah yang memberikan kemudahan pada sektor properti, seperti DP 0%, penghapusan pajak, merupakan kebijakan yang luar biasa saat ini dan seharusnya ini menjadi momentum sektor properti untuk bangkit kembali.
“Komitmen pemerintah untuk mendorong pemulihan ekonomi lewat sektor properti sudah sangat luar biasa. Pasalnya sektor properti ini mampu membangkitkan ekonomi nasional,” kata dia.
Sumber: BeritaSatu.com