Jakarta, Beritasatu.com - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah menilai, lambatnya pergeseran penduduk dari pulau Jawa ke pulau lain sangat terkait dengan potensi ekonomi dan juga kurangnya fasilitas dasar serta kesempatan kerja. Program transmigrasi dilihat masyarakat sudah tidak menarik, sehingga ada keengganan dari penduduk di Pulau Jawa untuk melakukan transmigrasi.
Berdasarkan data Sensus Penduduk 2020, dari total penduduk Indonesia pada September 2020 yang sebanyak 270,20 juta jiwa, sebanyak 151,59 juta penduduk atau 56,10 persen penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa. Pergeserannya terlihat sangat lambat, di mana pada tahun 2000, jumlah penduduk yang tinggal di Pulau Jawa mencapai 59,1 persen, di 2010 57,5 persen, dan pada 2020 hanya turun tipis menjadi 56,10 persen.
"Program transmigrasi terlihat belum mampu mendorong masyarakat untuk pindah ke luar Pulau Jawa. Kenapa? Ada banyak faktor. Tapi utamanya karena tidak adanya kepastian dari sisi ekonomi. Misalnya di sana mau kerja apa? Selain itu, infrastruktur dasar di luar Jawa seperti sekolah dan rumah sakit juga masih minim, sehingga membuat masyarakat lebih memilih untuk tetap tinggal di Pulau Jawa,” kata Rusli Abdullah saat dihubungi Beritasatu.com, Jumat (22/1/2021).
Bila pemerintah ingin adanya pergeseran penduduk yang lebih besar dari Pulau Jawa, menurut Rusli harus ada pembenahan dari sisi fasilitas dasar seperti sekolah dan rumah sakit. Kesempatan kerja juga harus lebih banyak dibuka di luar Jawa.
"Pemerintah harus memastikan bahwa pelayanan dasar dan akses ke ekonomi atau pekerjaan itu merata, semua sama. Misalnya pelayanan kesehatan di puskesmas Pulau Jawa harus sama dengan puskesmas di daerah luar Jawa. Dengan begitu orang akan lebih tertarik untuk pindah,” kata Rusli.
Meskipun pembangunan infrastruktur pada era Jokowi sudah cukup banyak dilakukan di luar pulau Jawa, menurut Rusli pusat-pusat kegiatan ekonomi juga harus dibangun di sekitar infrastruktur tersebut. Dengan begitu akan tercipta lebih banyak kesempatan kerja.
“Setelah infrastruktur dibangun, pekerjaan rumahnya adalah harus ada aktivitas ekonomi yang ditumbuhkan di sekitar infrastruktur tersebut,” kata Rusli.
Dengan lebih banyaknya penduduk Indonesia yang tinggal di Pulau Jawa, padahal luas geografisnya hanya sekitar 7 persen dari seluruh wilayah Indonesia, Rusli melihat ada beberapa dampak yang akan dan sudah timbul, mulai dari persaingan kerja yang makin ketat, hingga dampak ke lingkungan.
"Dari sisi ekonomi, akan ada over supply tenaga kerja. Kemudian tingkat kriminalitas juga makin kompleks, dan juga dampak ke lingkungan bisa makin rusak. Misalnya saja di Jakarta, untuk kebutuhan minim banyak yang membuat sumur bor. Ini bisa semakin mempercepat penurunan tanah di Jakarta atau Jawa,” kata Rusli.
Sumber: BeritaSatu.com