Jakarta, Beritasatu.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan restrukturisasi kredit di perbankan hingga 2 November 2020 sebesar Rp 934,8 triliun, atau terbesar sepanjang sejarah. Sebagian besar restrukturisasi itu diberikan kepada pelaku UMKM, meski secara nominal baki debet lebih rendah.
Direktur Eksekutif - Kepala Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto menjabarkan keringanan pembayaran kredit mayoritas atau 77% diberikan kepada 5,85 juta pelaku UMKM. Kemudian, pelaku non-UMKM sebanyak 1,70 juta orang atau 23%. Dari segi nominal, restrukturisasi kredit pelaku UMKM sebesar Rp 371,12 triliun. Sementara non-UMKM sebesar Rp 563,69 triliun. Di mana, 101 bank telah melakukan implementasi restrukturisasi kredit.
“Ini tercatat sebagai restrukturisasi terbesar sepanjang sejarah perbankan kita Rp 934 triliun. Ini sharing pain yang luar biasa dari perbankan. Bank juga mau sacrifice,” ujar Anung dalam Economic Outlook 2021: Geliat Industri Perbankan 2021 yang diselenggarakan Berita Satu Media Holdings (BSMH) bekerjasama dengan PT Bank Central Asia Tbk dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk secara daring di Jakarta, Rabu (25/11/2020).
OJK menilai, berdasarkan observasi, banyak para debitur yang membutuhkan waktu untuk bangkit kembali. Untuk itu, OJK memperpanjang POJK Nomor 11/2020 terkait kebijakan restrukturisasi kredit selama satu tahun hingga Maret 2022. Sebelumnya, keringanan itu hanya berlaku Maret 2021.
Lebih lanjut, Anung mengingatkan perbankan untuk bijak melihat debitur mana yang eligible untuk perpanjangan dan mana yang tidak, sehingga pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) harus disesuaikan. Saat jadwal pembagian dividen kepada pemegang saham, dia menyarankan agar menghitung seberapa besar CKPN dan kecukupan modalnya untuk menopang pertumbuhan berikutnya seiring pemulihan di sektor riil
“Likuiditas sangat ample, ada ekspansi pemerintah, ekspansi fiskal, ekspansi moneter dan penurunan suku bunga Bank Indonesia yang sangat menopang likuiditas perbankan. Tetapi dengan LDR (loan to deposit ratio) di angka 80%-an untuk kembali ke 92%, seberapa besar kemampuan bank untuk menopang itu juga jadi pertanyaan kunci,” kata Anung.
Dia mengatakan, pertumbuhan kredit tergantung pada tiga faktor, yakni demand, risk appetite, dan ketersediaan loanable funds. Pada akhir tahun depan, OJK memprediksi pertumbuhan kredit 1%-4% secara konservatif. “Tergantung seberapa cepat sektor riil tumbuh dan engine growth-nya di sektor BUMN,” imbuhnya,
Sumber: BeritaSatu.com