Singapura, Beritasatu.com - Pemilu Amerika diperkirakan menciptakan pemerintahan yang terbelah dan hal ini bagus bagi mata uang Asia, demikian disampaikan ekonom Goldman Sachs Andrew Tilton kepada CNBC.com, Jumat (13/11/2020).
Kandidat Presiden dari Partai Demokrat Joe Biden diproyeksikan menang dalam Pemilu Amerika, meskipun penghitungan suara masih berjalan. Demokrat juga diproyeksikan menguasai DPR tetapi Republikan tampaknya akan menguasai Senat.
Tilton mengatakan komposisi ini berarti stimulus fiskal yang diharapkan Demokrat tidak akan sebesar keinginan mereka karena harus berkompromi dengan Republikan di Senat.
"Pertumbuhan di AS tidak akan setinggi perkiraan, dan suku bunga AS tidak akan naik terlalu banyak," kata Tilton.
Tilton mengatakan pertumbuhan ekonomi dan suku bunga AS masih berpotensi naik tahun depan tergantung perekmbangan vaksin Covid-19. "Tetapi suku bunga Asia, khususnya di Tiongkok dan India, masih akan lebih tinggi dari AS."
Oleh karena itu, pasar obligasi Asia masih akan menarik bagi investor. Dia menyontohkan, investor telah mengucurkan dana ke pasar obligasi Tiongkok hingga mencapai US$ 20 miliar dalam sebulan.
"Capital inflow itu akan mendorong mata uang negara bersangkutan menguat terhadap dolar. Kami masih optimistis terhadap mata uang Asia terapresiasi tahun depan, dipimpin oleh yuan," kata dia.
Risiko Kenaikan Tarif Lebih Rendah
Perekonomian Asia juga dapat diuntungkan kebijakan luar negeri dan perdagangan Biden.
Banyak perekonomian Asia yang tergantung ekspor, di mana mereka tertekan oleh perang dagang Presiden AS Donald Trump dengan Tiongkok. Perang dagang telah membuat tarif impor di kedua negara naik. Perang dagang ini jeda sementara sejak awal Januari 2020, ketika kedua negara memasuki perjanjian dagang tahap pertama.
Menurut Tilton, Pemerintahan Biden diharapkan mengurangi ketidakpastian dan kejutan di Asia, di mana hal ini membantu ekspor dan mata uang. Kenaikan tarif lebih lanjut, menurut Tilton, kemungkinan tidak akan terjadi di era Biden.
"Dalam beberapa tahun terakhir kita melihat kenaikan tarif. Hal ini akan segera berakhir, meskipun tidak terlalu besar tetapi risiko kenaikan tarif lebih kecil," kata Tilton.
Sumber: CNBC.com