Washington, Beritasatu.com - Mantan Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS), John Bolton, menuai banyak kritikan pascameluncurkan buku yang membahas tentang memoar Gedung Putih.
Buku berjudul "The Room Where It Happened: A White House Memoir" karya John Bolton, diluncurkan pada Rabu (17/6/2020), dan diulas oleh Wall Street Journal, New York Times, dan Washington Post.
Dalam bukunya, John Bolton mengungkap beberapa isu sensitif terkait kebijakan luar negeri Presiden Donald Trump, antara lain untuk Tiongkok, Venezuela, Ukraina, dan Korea Utara.
John Bolton juga mengungkapkan bahwa Donald Trump telah meminta Presiden Tiongkok, Xi Jinping, untuk membantunya agar memenangkan kembali pemilihan presiden (pilpres) AS 2020.
Yang mengejutkan, buku itu juga mengungkap ejekan Menteri Luar Negeri (Menlu) AS, Mike Pompeo, terhadap Donald Trump, terkait perundingan penghentian program nuklir (denukrilisasi) dengan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un.
John Bolton mengungkapkan, saat pertemuan dengan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, di Singapura, pada Juni 2018, Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo memberikannya sebuah catatan yang menunjukkan rasa muak dan ejekan kepada Donald Trump.
"Dia (Donald Trump, Red) sangat penuh omong kosong," kata Pompeo, menurut kutipan buku Bolton, dalam laporan Washington Post.
Kutipan buku John Bolton menuai kritik, tak hanya dari Gedung Putih, tetapi juga anggota senat AS. Gedung Putih memperingatkan John Bolton, namun tidak mengomentari pemberitan Wall Street Journal, New York Times, dan Washington Post.
Gedung Putih sebelumnya telah memperingatkan John Bolton untuk tidak menerbitkan bukunya. Presiden Donald Trump bahkan mengancam John Bolton akan berhadapan dengan hukum jika menerbitkan buku itu.
Juru bicara Gedung Putih, Kayleigh McEnany, menyebut John Bolton “Elang yang salah kaprah dalam kebijakan luar negeri, tetapi seekor burung merpati yang lemah sebagai seorang penulis”. Dia kemudian membuat cuitan yang mengutip ucapan John Bolton yang sebelumnya memuji Trump.
Anggota senat AS juga mengkritik John Bolton karena menolak untuk memberikan kesaksian ketika DPR meluncurkan penyelidikan pemakzulan Presiden Donald Trump pada tahun lalu.
John Bolton disebut lebih memilih membeberkan hal-hal krusial tentang penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan Donald Trump di dalam bukunya, daripada bersaksi di forum formal seperti rapat dengar pendapat di DPR.
“Dia menolak untuk dipanggil DPR AS dengan alasan mengikuti pedoman Gedung Putih. Sebagai gantinya, dia menyimpannya untuk sebuah buku. John Bolton mungkin seorang penulis, tapi dia bukan patriot," kata senator Adam Schiff melalui cuitan di akun Twitter-nya.
Presiden Donald Trump juga membalas Bolton dengan menyebutnya "pembohong" dalam sebuah wawancara dengan Wall Street Journal.
Dalam wawancara terpisah, Trump mengatakan kepada Fox News bahwa Bolton telah melanggar hukum dengan memasukkan materi yang sangat rahasia dalam buku itu.
Lawan politik Trump, yakni calon presiden AS dari Partai Demokrat, Joe Biden, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa jika kutipan dalam buku itu benar, maka hal itu tidak hanya menjijikkan secara moral, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap tugas suci Donald Trump kepada rakyat Amerika.
Sumber: Suara Pembaruan