Beritasatu.com - Sejak manusia pertama kali terbang ke luar angkasa pada 1961, sampah rongsokan di antariksa semakin banyak. Pekan lalu, salah satu sampah dengan berat 18 ton jatuh ke Bumi.
Pada 11 Mei, sebuah roket rongsokan Tiongkok terbang melewati Los Angeles dan New York City, sebelum jatuh di Samudera Atlantik.
NASA memperkirakan ada 21.000 rongsokan sebesar atau lebih besar dari bola kasti dan 500.000 serpihan kecil sebesar kelerang mengitari orbit Bumi. Hal ini sangat berbahaya karena mereka terbang dengan kecepatan 17.500 mil per jam dan dapat merusak satelit atau pesawat antariksa.
Sampah antariksa ini diperkirakan seberat 8.800 ton. Kejadian nyaris tabrakan pun semakin sering terjadi. September lalu satelit SpaceX Elon Musk dan satelit Badan Antariksa Eropa hampir tabrakan. Tetapi sejauh ini hanya ada satu insiden tabrakan. Pada 2009, satelit Amerika Iridium 33 bertabrakan dengan satelit Rusia Cosmos 2251 dan menghancurkan keduanya.
Januari lalu, satelit AT&T dinyatakan berpotensi meledak dan harus dipindahkan supaya tidak merusak satelit lainnya. Namun, hingga saat ini, tidak ada tindakan apapun.
Menurut para ahli, masalah ini akan semakin parah. Pada tahun 2025, diperkirakan 1.100 satelit akan diluncukan tiap tahun, dan jumlah satelit di orbit Bumi akan naik empat kali lipat dalam 10 tahun.
Beberapa perusahaan melihat peluang bisnis dari masalah ini. Perusahaan seperti Astroscale dari Jepang dan Northrop Grumman bergerak di bidang membersihkan orbit Bumi dari sampah antariksa. Startup dari Swiss, ClearSpace, memiliki misi yang lebih spesifik: memindahkan Vega Secondary Payload Adapter seberat 100 kg dari orbit.
Sumber: CNBC.com